myrabby*hug* |
Jauh…
Jauh di waktu lalu aku menemukanmu
Menggoreskan tinta warna serupa telaga
Dingin, segar menelusup kalbu
Lega nafas melihatmu terlahir utuh sempurna
Sesempurna kelu yang tertahan di setiap waktu
Ketika nalar tak berujung mengerti
Ketika diam adalah bahasa dari segala bahasa
Satu demi satu puisi itu...terlahir…menggenapi
Jauh…
Jauh kisah lalumu menderu
Pasang ombak menyiratkan bahagia duniamu
Surut pun menyibak luka cintamu
Ada dia, dia dan dia dalam diamku
Bukan benci, hanya mencoba mengerti
Dan menyadari jika pantasku tak pernah ada dalam indahmu
Aku bukan putri duyung, yang lalu hilang bagai buih
Aku tak kan pernah menghilang, kecuali atas pintamu…
Jauh…
Terasa jauh saat beradu dalam satu waktu
Dekat, terasa dekat saat waktu tak meminta untuk beradu
“Apa ini?”
Tiada yang mampu menyebutnya apa
Tiada yang mampu menyebutnya siapa dan mengapa
Telah sampaikah pada akhir?
“Belum!”
Darahku masih mengalir, tubuhku masih tegak menatapmu
Kembali mencoba bertahan
Kembali telaga serupa tinta warna menyapa
Membungkus hangat bekunya penat yang menjerat erat
Satu demi satu kembali puisi itu...terlahir…kembali menggenapi
Jauh…
Keberanian itu jauh mendekat tanpa pasti
Menggerogoti nyali yang haus kejujuran hati
Beribu keyakinan kutelan segera
Berharap raksasa luka terhempas jauh, lenyap
Selangkah demi selangkah berani tergenggam pasti
Lalu tanpa meminta, hati tersatukan melalui kata mengerti
Hangatnya menerima, adalah hembusan nafas surga ketulusan jiwa
Meski terselip satu kalimat “I will try”, ragaku pun bersujud pertanda syukurku atas hatimu
Dan kembali lagi….satu demi satu puisi itu...terlahir…menggenapi
Jauh…
Kini, kelu itu tiba-tiba kembali
Tatkala nyaman terlalu asyik dalam sapa dan tawa
Tiba-tiba terbungkam berjuta tanya
“Aku akan pergi!.”
Secepat percik air, tersentak diam mendengarnya
Jauh? Haruskah jauh itu nyata kini?
Jauh lebih bisa kucerna ketika jauh dari pandanganmu yang dekat
Jauh lebih bisa kuterima ketika jauh dari sapamu yang diam
Pualam ini sedikit retak, tapi masih utuh terlihat
Telaga ini sedikit beriak, tapi jernih masih tampak
“Kau tahu kenapa?”
Karena aku memilih tersenyum
Melepasmu, bukanlah pilihanku melainkan memberimu waktu
Meski ego berbisik “Tetaplah disini.”
Sadar diri seketika menutupi, “Pantaskah aku melarangmu pergi?”
Kepergianmu bukan untuk pergi tak kembali
Kepergianmu untuk menuju..., itu yang tersampaikan
Menuju dirimu yg baruMenuju impian kecilmuMenuju mulianya hatimu
Hanya sempat takut menghinggapi, berubahkah dirimu kelak?
Masih bisakah kutemui pribadimu hari ini?
Ataukah justru inilah caramu mengatakan “Menghilanglah seperti putri duyung!”
Bukan. Bukan dirimu seperti itu.
Yakinku masih setia, nyata
Detik ini, satu demi satu kembali puisi itu...terlahir…menggenapi
Masih akan ada esok, lusa, nanti ataupun kelak untuk melahirkanmu kembali
Sebab puisi-puisi ini masih bernyawa, darah masih mengalirinya, dan nafas masih menghidupkannya
PS: Nyunyeee
(260713 republish from kompasiana.com/galuhayu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar