280214
Pukul 23.00 wib.
Satu jam lagi Februari akan
sampai di akhir masa tugasnya. Dan aku? Masih sama. Komitmen satu hari satu
lisan pun belum kulakukan. Bahkan menawar diri sendiri satu bulan satu tulisan
nyaris terlewatkan. Terbukti saat ini, detik menjelang pergantian bulan aku
baru bergegas menulis.
Ah…Galuh, apalagi yg kamu tunggu.
Sekian banyak kisah, cerita, tawa, tangis sudah tercurah di bulan merah jambu
ini. Malam ini pun sebenarnya aku juga tidak tahu apa yg sebenarnya kurasakan. Tak
mampu mengatakan apa yg kurasakan sekarang.
Berawal dari sebuah kata ‘Prioritas’
di awal bulan ini. Ternyata aku masih salah mengartikannya. Untuk kali pertama
dihadapkan pada dua hal yang amat sangat tidak bisa ku tinggalkan. Sebelumnya
aku berpikir mana yang lebih dulu aku sanggupi. Lalu seketika berubah dengan
adanya tuntutan serta tanggungjawab yang aku sandangkan untuk diriku sendiri. Hingga
semua kecerobohanku, kepanikanku, kebingunganku, tertumpah begitu saja.
Ada sakit yg kurasakan, bukan
sesal atau kecewa atas keputusanku. Melainkan detik ini aku disadarkan satu
hal. Mereka yang ada untukku lebih dulu adalah mereka yang segenap waktu,
tenaga, pikiran serta hati mereka hanya memikirkan ‘hidup’ku. Sedangkan aku
yang tersita perhatian pada mereka yang baru, menganggap ‘memilih dimana aku
berada’ adalah hal biasa. Dan ternyata itu salah.
Ya Allah, ya Tuhanku…ampuni aku…
Malam ini seakan aku tertampar
kesekian kalinya. Bahwa mereka meski tak selalu bersama, mereka meski sebatas ada
dan tiada adalah yang benar-benar seutuhnya ada untukku. Sedangkan mereka yang
baru, yang selalu bersama setiap waktu, yang selalu ada justru adalah ‘ujianku’
untuk bisa lebih bijaksana dalam memahami, mencermati, menilai, serta
memperjelas arti dari kedekatan ini.
Aku tahu, ini bukan salah
siapa-siapa. Ini terjadi juga bukan atas kesengajaan, akan tetapi kini aku
mulai berpikir keras. Siapa aku dimata mereka? Pajangan? Aset? Atau Lumbung
Emas? Maaf, aku bukan malaikat, bukan juga manusia setengah dewa. Aku manusia
biasa yang juga punya pemikiran manusiawi. Yang terkadang merasa dipermainkan
atau bisa jadi dimanfaatkan. Ini memang bukan yg pertama aku merasakannya. Jauh
sebelum kita bertemu pun aku mengalaminya. Bedanya, sekarang bukan hanya aku
yang merasakannya melainkan mereka! Mereka yang begitu dekat, mereka yg lebih
dulu berada di sampingku ikut tersakiti. Itu yang membuatku tersiksa.
Ya Allah, ya Tuhanku…maafkan aku…
Aku memang belum menjadi
sesempurna mereka yang mengatakan ‘lebih dekat denganMu’. Aku pun tak
sesempurna hati mereka yang selalu melugaskan kata ‘ikhlas, bahagia’. Maaf, aku
tak sesempurna kalian. Aku pun tak menyalahkan apa yang kalian yakini. Namun inilah
yang sebenar-benarnya.
Terkadang bahkan seringkali ada
ganjalan yang mengusik hati. Namun terpendam dengan pemikiran sendiri ‘ah..mungkin
aku yg terlalu berlebihan…’ atau lebih memilih mengacuhkan segala tanda tanya
yg sempat muncul untuk meminta penjelasan.
Ya Allah, ya Tuhanku…kupasrahkan
padaMu kebaikanku ini…
Bukan untuk menggurui, bukan pula
menyinggung. Adalah hati yang terlalu kaku untuk berujar. Adalah rasa yang
seringkali terkelu oleh ketidaknyamanan. Hanya menjadi cerminan diri sendiri,
bahwa masih banyak kekurangan yang aku lakukan. Hingga berharap ke depan ada
arah kejelasan yang pasti, apa dan bagaimana semua akan terjadi.
Terlebih diri ini berada
seutuhnya pada mereka yang telah dulu ada untukku. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar