Bulan menggeliat manja
Menyimpul untaian cahaya
Memantulkan isyarat penuh makna
Bintang memanggut tahu
Menyunggingkan seutas mengerti
Yang berpendar pelan lirih
Angin malam membelai tajam rasa
Seakan memaksa untuk terlelap gelap
Hingga jiwa tak lekas terluka, mengangga
Hingga angan tak kan terhenyak, berhamburan hilang
Kata-kata tak mampu lagi melukiskan segala
Ribuan pujangga jalanan tak mampu menyadarkan satu hati
Ah…lelahkah ini?
Dua puluh satu hari mozaik ini terbingkai
Nyaris sempurna…
Dua puluh satu hari jua kumenyapamu
Kamu tahu itu?
Guratan luka, penanda tak pernah ada henti untuk berjalan
Sayatan abai, pengingat bahwa menunggu adalah merindu
Goresan perih, penawar kering nuraniku mengharap hadirmu
Ah…aku harus bagaimana?
Masih haruskah KAMU mengisi hari-hariku?
Ataukah harus kembali diri bertanya KAMU itu dia atau kamu?
Jika KAMU adalah ini…maka hentikan sejenak duniamu
Hentikanlah sejenak…agar kubisa memelukmu selalu
Karena kuhanya merindu
Dan jika KAMU itu bukanlah dia
Maka, ajarkan aku membaca tanda darimu…
Menyadari KAMU ada untuk menatapku, dalam..
Lalu merasuk ke pori-pori kebahagian. Selalu.
Ahh…apa kamu tahu, semua KAMU adalah kamu. Dulu.
Kini, di penghujung bulanku…kuingin KAMU adalah dia…
Sebab ku tahu dan kusadari tak kan pernah ada aku di sana,
Ah…aku akan merindu KAMU, apa kamu tahu itu?
Semakin tertulis jelas, semakin jelas pula tak ada bayang diriku
dimatamu
Kisah ini tak pernah ingin ku akhiri, terlebih untuk kumulai…
Namun, kisah ini mengalir mengikuti derasnya gelombang
hatimu
Mengalir…dan terus mengalir…
Tak tahu kan bermuara kemana, tak ada yang tahu..
Satu hal yang kutahu pasti…
Siapapun KAMU, kemarin, hari ini ataupun kelak
Aku ingin ada disana, bersamanya…menatap bulan baru di
peraduan cahaya bintang yang temaram.
Siapapun KAMU, sapa hatiku, peluk jiwaku, dan tuntun mataku…
Sampai bisa kuulang kembali di bulan baru, tersenyum untukmu
Hai KAMU… apa kabarmu??
300513
Tidak ada komentar:
Posting Komentar