Jumat, 28 Februari 2014

F.E.B.R.U.A.R.I



280214 

Pukul 23.00 wib. 

Satu jam lagi Februari akan sampai di akhir masa tugasnya. Dan aku? Masih sama. Komitmen satu hari satu lisan pun belum kulakukan. Bahkan menawar diri sendiri satu bulan satu tulisan nyaris terlewatkan. Terbukti saat ini, detik menjelang pergantian bulan aku baru bergegas menulis.
Ah…Galuh, apalagi yg kamu tunggu. Sekian banyak kisah, cerita, tawa, tangis sudah tercurah di bulan merah jambu ini. Malam ini pun sebenarnya aku juga tidak tahu apa yg sebenarnya kurasakan. Tak mampu mengatakan apa yg kurasakan sekarang. 

Berawal dari sebuah kata ‘Prioritas’ di awal bulan ini. Ternyata aku masih salah mengartikannya. Untuk kali pertama dihadapkan pada dua hal yang amat sangat tidak bisa ku tinggalkan. Sebelumnya aku berpikir mana yang lebih dulu aku sanggupi. Lalu seketika berubah dengan adanya tuntutan serta tanggungjawab yang aku sandangkan untuk diriku sendiri. Hingga semua kecerobohanku, kepanikanku, kebingunganku, tertumpah begitu saja. 

Ada sakit yg kurasakan, bukan sesal atau kecewa atas keputusanku. Melainkan detik ini aku disadarkan satu hal. Mereka yang ada untukku lebih dulu adalah mereka yang segenap waktu, tenaga, pikiran serta hati mereka hanya memikirkan ‘hidup’ku. Sedangkan aku yang tersita perhatian pada mereka yang baru, menganggap ‘memilih dimana aku berada’ adalah hal biasa. Dan ternyata itu salah. 

Ya Allah, ya Tuhanku…ampuni aku…

Malam ini seakan aku tertampar kesekian kalinya. Bahwa mereka meski tak selalu bersama, mereka meski sebatas ada dan tiada adalah yang benar-benar seutuhnya ada untukku. Sedangkan mereka yang baru, yang selalu bersama setiap waktu, yang selalu ada justru adalah ‘ujianku’ untuk bisa lebih bijaksana dalam memahami, mencermati, menilai, serta memperjelas arti dari kedekatan ini. 

Aku tahu, ini bukan salah siapa-siapa. Ini terjadi juga bukan atas kesengajaan, akan tetapi kini aku mulai berpikir keras. Siapa aku dimata mereka? Pajangan? Aset? Atau Lumbung Emas? Maaf, aku bukan malaikat, bukan juga manusia setengah dewa. Aku manusia biasa yang juga punya pemikiran manusiawi. Yang terkadang merasa dipermainkan atau bisa jadi dimanfaatkan. Ini memang bukan yg pertama aku merasakannya. Jauh sebelum kita bertemu pun aku mengalaminya. Bedanya, sekarang bukan hanya aku yang merasakannya melainkan mereka! Mereka yang begitu dekat, mereka yg lebih dulu berada di sampingku ikut tersakiti. Itu yang membuatku tersiksa.  

Ya Allah, ya Tuhanku…maafkan aku…

Aku memang belum menjadi sesempurna mereka yang mengatakan ‘lebih dekat denganMu’. Aku pun tak sesempurna hati mereka yang selalu melugaskan kata ‘ikhlas, bahagia’. Maaf, aku tak sesempurna kalian. Aku pun tak menyalahkan apa yang kalian yakini. Namun inilah yang sebenar-benarnya.
Terkadang bahkan seringkali ada ganjalan yang mengusik hati. Namun terpendam dengan pemikiran sendiri ‘ah..mungkin aku yg terlalu berlebihan…’ atau lebih memilih mengacuhkan segala tanda tanya yg sempat muncul untuk meminta penjelasan. 

Ya Allah, ya Tuhanku…kupasrahkan padaMu kebaikanku ini…

Bukan untuk menggurui, bukan pula menyinggung. Adalah hati yang terlalu kaku untuk berujar. Adalah rasa yang seringkali terkelu oleh ketidaknyamanan. Hanya menjadi cerminan diri sendiri, bahwa masih banyak kekurangan yang aku lakukan. Hingga berharap ke depan ada arah kejelasan yang pasti, apa dan bagaimana semua akan terjadi. 

Terlebih diri ini berada seutuhnya pada mereka yang telah dulu ada untukku. Amin.