Sabtu, 10 Agustus 2019

Speechless

Ini bukan soal lagu.
Ini speechless beneran.
Karna barusan, matul video call dari Mekkah. Dan matul tanya, ada doa atau permintaan yang mau di sampaikan tidak. Awalnya pertanyaan itu ditujukan untuk bapak. Dan aku masih biasa aja.
Tapi matul, tanya ke aku " Galuh ada doa atau permintaan ga buat Galuh?" deg! I am speechless, mataku hampir menumpahkan airmata, tapi langsung kutahan.
Perasaan bingung mau jawab apa, kaget, terharu jadi satu.

Tahu nggak kenapa?
Aku bingung, karna aku nggak pernah kepikiran mau minta doa apa untukku sendiri.
Aku kaget karena ga pake aba aba aja sih...ga persiapan. Etapi klo pun ada persiapan pasti aku juga ga bisa jawab.
Aku terharu, karna ini kali pertama ada yang nanyain pertanyaan ini. Dan momentnya pas di Tanah Suci. Tempat dimana segala doa baik akan dijabah. Insyallah, Amiin YRA

Jujur, boong nggak sih klo aku bilang aku ga punya keinginan atau doa buat diriku sendiri? Boong kan ya?!
Cuman, aku merasa klo aku masih aja minta sama Allah untuk keinginanku sendiri kayaknya kok aku jadi orang serakah ya.
Semua udah aku dapet. Kasih sayang orangtua, kakak kakakku, teman, sahabat. Kesehatan semuanya. Rejeki yang insyallah selalu ada.
Kayaknya aku ga tau diri deh sama Allah. Allah udah ngasih aku banyak, dan aku masih aja minta lagi dan lagi.

Iya sih, di dalem hatiku yang paling ujung sana ada sedikit keinginan. Tapi, aku merasa keinginanku ini terlalu memaksakan.Apa iya, klo aku minta jodoh itu memungkinkan? Apa iya klo aku minta dia orangnya juga memungkinkan? Apa iya aku akan menikah, meski dengan entah siapa orangnya? Apa iya aku bakal punya anak kembar tiga yang bernama Enggal, Inggil, Unggul? Seperti yang selama ini aku selalu bikin becandaan.

Aku tahu ga ada yang nggak mungkin. Tapi, aku juga tahu diri.
Aku masih jauh dari baik. Aku masih jaauuuhh dari sempurna. Aku masih belum apa apa.
Aku takut. Karna sebenarnya sekarang aku sudah sampai pada tahap. AKU TAKUT UNTUK BERHARAP. 

Aku hanya bertahan dengan menjalaninya saja. Udah, itu aja.
Jika nanti bertemu kembali dengan kecewa, gagal, jatuh terpuruk lagi. Maka aku akan bertahan dan melewatinya dengan baik dan biasa saja
Jika nanti bertemu kembali dengan bahagia, berhasil, terbang tinggi. Maka aku akan selalu mengingat untuk melewatinya dengan baik dan biasa saja.
Tidak mau berharap lebih pada apapun, siapapun.
Hanya rasa syukurku yang akan menepuk pundakku dan memelukku ketika mataku basah.


Noted :
Siapapun yang membaca ini, kapanpun itu, dimanapun itu.
Selalu ada seseorang yang menunggumu pulang, dan ingin kamu memeluknya, meskipun tak terkatakan.
Maka seringlah kembali pulang dan memeluknya yaaa...

Minggu, 21 Juli 2019

Pelindung Hatiku

Entah kenapa tiba tiba ingin menuliskan tentang ini. Mungkin akan sedikit melow, tapi serius ini beneran dari dalem hati. Bukan bermaksud apa apa, hanya ingin mengungkapkan apa yang di rasakan. 

Memang benar, banyak sekali orang baik yang ada di setiap langkah kisahku. Saking banyaknya bisa jadi berlembar lembar buku jika ditulis. Namun sebagian dari banyaknya orang baik tersebut, merekalah yang memberikan pelajaran hidup yang begitu berkesan. Bukan berarti yang lain tidak berkesan ya, hanya saja...kelak jika ada seseorang yang meminta hatiku, aku ingin merekalah yang akan memberikan restu untuk yang pertama kalinya. 



Bapak dan ibu, tanpa mereka aku tidak akan pernah ada di sini. Mereka sosok yang tangguh dan sabar. Tak perlu ribuan kata untuk menegaskan betapa hebatnya mereka. Yang kutahu sejak memilki putri sepertiku pun mereka berjuang mati matian untuk merawat, mendidik, dan mengusahakan segala yang terbaik untukku. Bahkan di usia senja, mereka masih harus menemaniku menempuh pendidikan, dengan meninggalkan kegiatan mereka sendiri (terutama ibu). Sungguh aku merasa menyesal. Mengapa waktu itu aku tidak memilih tidak indekos saja. Agar ibu bisa tetap beraktifitas bersama teman temannya di rumah. Mengapa setalah 2tahun kos aku lebih nyaman indekos sendiri bareng teman teman. Ternyata ibu saat itu hanya butuh teman. Ahh...belum selesai menyesal, kembali teringat...mengapa tidak aku suruh ibu dan bapak tinggal lebih dekat dengan cucu cucunya saja. Agar tidak selalu memendam rindu tiap kali lebaran tiba dan mendapati kabar kakak kakakku tidak bisa pulang. Ahh...mengapa mereka selalu berkata " Ga mau ngrepotin anak "
Lima tahun lalu, Tuhan memberi jalan lain agar aku sadar bahwa aku harus ada di samping mereka.  SkenarioNya luar biasa. Tepat Bapak pensiun kerja, saat itu pula ibu terdiagnosa Dementia Alzheimer. Masa sulit dan berat memang sudah terlewati, namun kini aku hanya berharap ibu tetap masih bisa mengerti apa yang ingin aku sampaikan ini. 


mandri 
Matul 
Mandri Matul. Dua kakakku yang sekarang bisa bertemu jika ada acara atau lebaran saja. Kecuali Matul yang 2 tahun ini seminggu sekali mampir ke rumah (karna dinas di Semarang).
Dulu, duluuuuu banget mandri yang sering momong aku. Seingetku tiap kali ibu pergi, mandri yang selalu membantuku. Dari mandi, makan, poop (ups). Tapi setelah mandri menikah dan pindah ke Jakarta, aku jadi suka nguyel nguyel matul tiap kali pulang dari Jakarta (dulu matul juga sekolah di Jakarta, tapi lebih sering pulang). Entahlah, aku juga bingung kenapa bisa gitu.
Eh..kalau boleh jujur nih ya, waktu mandri nikah, aku masih SD atau SMP, lupa! Yang jelas aku nggak ngerti apa apa, taunya mandri mau nikah. titik. Begitu pun waktu matul (aku udah masuk kuliah awal sih) tapi waktu itu responku masih sama. Cuma mengangguk. Iya, matul nikah. titik. Bahkan waktu matul tanya soal calon istrinya, aku ga ngasih jawaban yang jelas, cuma nyengar nyengir aja. Dan...aku baru sadar setelah merasakan seperti ada sesuatu yang kurang. Mandri nikah, harusnya nambah ramai, tapi justru malah sepi. Mandri udah mulai ga pernah pulang. Kalopun pulang, bukan aku lagi yang jadi prioritasnya. Bapak ibu juga digituin. Kayaknya waktu itu keluarga di sini udah ga pernah dikunjungin. Aku pikir ah...itu kan mandri. Bedalah ma matul. Ehh..ga beda jauh ternyata. Makin sepi. Makin jarang pulang. Telpon klo ada perlu aja. Aku baru tahu kenapa waktu itu aq cuma diem. Sebagai adik, aku merasa kehilangan. Entah karna tidak dekatnya dengan calon kakak ipar atau karna usia yang terpaut cukup jauh, i don't know why...
Yang jelas, aku merasa ada yang mengambil mereka dariku. Ditambah pas melihat kesepian itu juga dialami bapak ibu ( baik secara tersirat ataupun tersurat) Jujur, aku marah. Aku sebel, jengkel. Tapi aku nggak bisa berbuat apa apa. Tiap ngerasa marah, aq lashback. Kenapa waktu itu aku nggak ngomong klo aq ga mau di tinggal. Aq takut untuk bilang klo aq belum mau ditinggal pergi. aku merasa ga berhak melarang mereka. Iya bener, aq pernah marah. Tapi makin lama makin "kapalen". Udah nggak mau ngerasain jengkel marah sebel lagi. 
Tapi mereka tetap kakak kakakku yang baik. Ada banyak kejadian yang berkesan dulu sewaktu kecil. Kita masih serumah. Maen bareng, tukaran, baikan, tukaran lagi, baikan lagi gitu aja terus.Tapi itu yang bikin kangen. Mandri ga pernah marah, bawaannya mesam mesem. Matul tetep pendiem, tapi sekalinya ngomong nancep kayak piso. Klo ibarat cewe mandri itu cewe genit, ganjen. Klo matul cewe judes, angkuh. Ya gitu deh pokoknya.


Mas Sampoerna 
Mas Sam, pertama ketemu sekitar tahun 2006. Seorang dosen komunikasi. Udah gitu aja. Tapi ketika aku lulus kuliah akhir 2009, sempet frustasi karna ga dapet kerjaan. Stuck dirumah hingga pertengahan 2010. Di saat inilah tangan Tuhan bekerja. Tiba tiba mas Sam mencariku, menemuiku. Memintaku bergabung di timnya. Lumayan panjang perjuangan mas Sam meyakinkanku dan juga Bapak Ibu. Dan ternyata perjuangan tersebut berlanjut hingga sekarang. Beliau sudah kuanggap seperti bapak ideologisku sendiri. Dari mas Sam aku belajar bicara di depan peserta pelatihan. Digojlok abis abisan. Mulai dari nasihat, masukan, kritikan sampe aku nangis (beneran nangis loh!) saking aku nggak ngerti ngerti juga. Ibarate sampe dijebles jebleske tembok. Meskipun kadang aku ga paham maksud dari pembicaraanya juga sih. Entah karna aq yang cetek ato gmn...hhehehee.. 
Tapi aku salut pada kesabarannya mas Sam dan teman teman di Adaptive. Bisa dibilang aku moodyan. Aku sulit untuk merasa nyaman di lingkungan baru, teman baru atau pembicaraan baru. Lebih nyaman jika ngobrol hanya berdua atau bertiga. Ga tau kenapa. 
Makanya pas mas Sam mengevaluasi ku di depan teman teman, aku sempet nangis, karna aku ga suka. Tapi setelah aku pikir pikir lagi, ada benernya juga sih mas Sam begitu. Melatih mentalku. Dan benar. Sekitar dua tahun lalu aku berani mengiisi materi / pembicara / narasumber sendiri. Tapi tetep yee minta briefing temen satu tim duluu hehehehee.

Nyeee
Last but not least. Bukan orang baru. Dia orang lawas. TK, SD, SMP, SMA bareng. Rumah tinggal ngglundhung aja gitu nyampe. Teman, sahabat, kerabat, keluarga atau apapun sebutannya yang jelas tanpa di sadari punya andil dalam mempertahankan semangat diri. Ya..benar, sahabatku banyak, namun yang memantikkan apa itu arti musik, apa itu arti menyayangi keluarga, dia salah satunya. Kami itu dibilang dekat, nggak juga...dibulang jauh...nggak tahu juga deh. Hanya saja aahh...kenapa sulit mengungkapkannya. Mungkin setiap kali ada orang yang mengenal kami, selalu saja menanyakan dia. Emang kita sepaket?? 
Oh mungkin karna dulu, aku memang sering menyanyi di gereja. Iya. Aku menyanyi di gereja. Buat yang belum paham, dulu mengapa aku menyanyi di gereja. Emm...agak sulit diterima nih jawabannya. Jadi dulu, aku suka untuk tampil ( terutama nyanyi). Di sekolah pun dia juga yang selalu mengiringi ketika mengisi acara. Well, ketika aku diminta menyanyi di gereja, so what? Yang bisa aku lakuin hanyalah nyanyi. I can't do anything else. Itu pikiranku, sebab apa salahnya sih toh tidak ada yang bakalan berubah kok. Baik itu dari aku sendiri maupun yang lainnya. Ada pengalaman yang masih teringat sih sampe sekarang, yaitu ketika ada beberapa pendeta, mereka mendoakanku begitu khidmat. Dan aku spontan memegang erat tanganmu Nyee, tau kenapa? Aku mencari pegangan yang aku percaya.  Bukan brarti aku tidak percaya pada para pendeta tadi ya. Hanya saja, aku ingin menenangkan diri dengan memegang tanganmu. Itu saja. Terlepas apakah yang kulakukan (menyanyi di gereja) ini salah atau tidak aku tidak peduli. Karna saat itu yang ada di pikranku hanyalah aku senang tampil, aku senang ketika oranglain menyukai penampilanku. I just want to be happy and everybody happy too..that's all. 
Yah mungkin itu pemikiran sederhanaku saat itu. Bahkan sekarangpun aku tidak menyesalinya. Aku justru merasa beruntung memiliki pengalaman seperti itu. Justru ini semakin mempertegas bahwa BEDA bukan menjadi BATAS, melainkan RASA yang bisa menjadi SELARAS.
Sebenarnya secara tersirat aku tahu, dia jadi pelindung hatiku. Namun entah hanya aku yang kegeeran atau seperti itu adanya, aku merasa menemukan amunisi yang besar untuk menjalani hari. Mungkin sosok kakak yang sudah mulai jarang dan hampir tidak pernah senguyel uyel dulu, aku seperti kembali happy setiap bertemu. Entahlah apa namanya yang jelas salah satu support systemku ada di dia. 

So, dari panjang kali lebar barusan, aku hanya ingin mengungkapkan bahwa mereka adalah orang yang sangat berharga untukku. Aku ingin menghabiskan sisa umurku untuk mencetak kenangan manis sebanyak mungkin dengan mereka. Sebab waktu tidak bisa menunggu tak bisa diputar kembali. Jika ada kesalahanku maka permintaan maaf terdalamku kutujukan pada mereka. Jika terimakasihku tak pernah sebanding dengan kesabaran dan cinta kasih mereka, maka pelukan dalam doaku yang bisa kuberikan.

Dari mereka aku belajar arti hidup, totalitas, dan tanggungjawab, Dari mereka aku belajar waktu adalah harta paling MAHAL. Apalagi waktu yang dihabiskan bersama orang tersayang. Dari mereka aku belajar, ketika mengejar karir dan dunia ada hati yang selalu menunggu untuk sebuah kata "luangmu" namun ketika mengejar dan menyediakan "luangmu" untuk mereka yang menunggu, maka karir dan dunia akan mengikutimu.
Mungkin aku merangkum semua pengalaman ditinggalkan, ditolak, kesepian, kesendirian, ketakutan, kekhawatiran juga kebingungan menjadi kunci untuk bertahan. Bertahan untuk senyum dan tawa mereka. Selama aku bisa melihat mereka bahagia, aku tak mau lagi yang lain. Jikalau kelak Tuhan mengirim seorang pria untuk menemani sisa umurku, aku mau dia bertemu dan merangkul Lima Pelindung Hidupku ini.



Aku tahu, saat ini mungkin aku bukan yang UTAMA di hidup mereka. Tapi asal tahu saja bahwa mereka akan selalu menjadi yang UTAMA untukku. 






Rabu, 17 April 2019

Memilih atau Dipilih #bukanpilpres

17 April 2019

Ini bukan soal pilpres. Bukan milih paslon yang mana. Bukan.
Memang hari ini bertepatan dengan pesta demokrasi. Semua berbondong bondong menuju tempat pemungutan suara.




Wait..
Abis ini mungkin agak lebay. Seterahlah. Bingung mau cerita ke siapa. Ngomong ke diri sendiri aja ga bisa bisa. Bego sendiri jadinya.

Jadi, benar hari ini kesadaran saya adalah mengiyakan bahwa semua orang akan datang ke TPS yang sudah ditunjuk. Dan kemelowan saya sedikit mengusik memory. Entah berapa tahun yang lalu, sempet bareng di satu TPS yang sama (oke, sampai sini udah ngerti kan, mau ngomongin apa) walaupun sepintas lalu.

Berhubung dalam 2 atau 1 tahun terakhir ada ketetapan hati yang sudah terkondisikan dengan tenang, aman, damai, sejahtera, namun ternyata semua itu "berbeda" dengan yang saya duga.

Saya tahu saya paham, saya sudah berada di titik " Oke, saya tidak akan memaksakan keadaan, karena memang segala sesuatu ada yg tidak bisa untuk dipaksakan. Saya juga sudah berada di titik TIDAK MAU BERHARAP PADA SIAPAPUN PADA APAPUN ITU"  Kalau toh hal ini dibilang salah, silahkan saja. Saya sudah cukup merasa lelah pada semuanya. Jadi saya bertahan hanya untuk menjalani hari saja.

Back to cerita, everything is normal. Tidak menunggu, menanti atau mencari cari. Sampai akhirnya, ada yang salah dengan jantung saya. Geblek. Kenapa nih? Pertanyaan bodoh yang sudah tahu jawabannya. Kan pengen memisuhi diri sendiri jadinya. Damn! Kenapa surat suaranya kayak kertas koran yak ...hehehehee
(ga nyambung kan? iya, otaknya juga sedang konslet ini)

Ternyata saya masih bodoh. Untuk urusan ini saya benar benar bodoh. Saya akui itu.
Udah tahu pisau itu tajem, masih aja mainan pisau. Udah tahu kepiris itu bisa berdarah, masih aja curi kesempatan ngiris. Kan GEBLEK!!

Ya, maafkan saya menodai pesta demokrasi dengan cacian untuk diri saya sendiri.
Yang bertekad baik baik saja, tapi ternyata ARE YOU OKAY???
Yang mantab "biasa aja", tapi ternyata "bisa biasa aja kagak?!!!"

Saya pengen terlahir kembali.
Tapi saya tahu saya punya hati yang tidak bisa saya kendalikan
Berada diantara ingin tapi tak ingin.

Lalu mencoba menata hati sekali lagi. Kembali logika berbicara, "tak perlu meminta, jika memang bukan menjadi yang utama"

Saat ini, merekalah yang utama.
Meski lirih sempat terlintas, bolehkah sedikit saja waktumu seperti dulu.
Namun entah berani menghilang dalam persembunyiannya.

Memilih untuk dipilih
Bukanlah jalan menuju hati yang sejati
Dipilih untuk memilih
Belum tentu menjadi tujuan abadi
Tentukan pilihan!
Adalah jawaban kemana hati sejati akan kembali menjadi kisah yang abadi

#pengencurhattapipastigabisangomongnya
#rindukuhanyadiam




Selasa, 16 April 2019

Infinity and Beyond - Psyche Excellent Training 2019


30 Maret 2019 

Infinity and Beyond menjadi tema yang di angkat dalam sesi sore hari kala itu. 
Sebuah tantangan baru, menjadi pembicara di kegiatan Psyche Excellent Training 2019.
"Konsep Diri" menjadi garis besar yang ingin digali dalam sesi ini.
Pembentukan konsep diri yang baik tentu saja akan menjadikan sebuah pola pikir yang berbeda.
Pelatihan yang diadakan SEMA Psikologi ini menjadi tugas saya sebagai pemateri tunggal.
Satu sesi yang cukup berkesan. Karena tema ini sebenarnya bukan yang pertama kali saya dapatkan, namun keterbatasan waktu dan informasi yang mencukupi membuat saya memutar otak. Apa yang harus saya sampaikan? Apa yang relevan dengan tema tersebut? Treatment apa lagi yang akan say berikan?

Tantangan lain adalah patner yang selalu memberikan briefing sebelum D Day, sedang bertugas negara sehingga mau tidak mau saya harus menghadapinya sendiri.

Well, semua akhirnya bisa terlaksana dengan aman. Meskipun pasti saya masih harus belajar lebih banyak lagi dalam improvisasi penyampaian materi yang diberikan. Begitu pula treatment yang diberikan pastilah ada yang harus dikoreksi atau dibenahi lagi. Namun saya percaya semua hal butuh proses, begitupula teman teman di Psycap kali ini.

Pola pikir baru harus diperbaharui dengan sudut pandang yang lebih luas lagi. Penerimaan diri yang positif menjadi jembatan untuk menuju Konsep Diri yang baru. Semoga apa yang saya sampaikan bisa berguna bagi teman teman Psycap 2019.

Salam Semangats 



Selasa, 02 April 2019

#jagaindonesialewatseni talkshow yang membumi namun kaya literasi

Selasa, 26 Maret 2019

Hari ini ada niatan pengen hadir di acara Fiskom bertajuk #jagaindonesialewatseni namun setengah pikiran ini sedikit terusik dengan kemampuan mobilitas yang cukup memeras keringat.
Yah, biasalah..tantangan terbesarku itu mobilitas. Selanjutnya ada teman atau pendamping yang menemani atau tidak. Yang ketiga nih, di poster tertera khusus mahasiswa/i Satya Wacana. Secara saya kan udah alumni yak...masih dibolehin masuk kagak (?)


Yang bikin excited lagi tuh bukan hanya performer yang bakalan tampil, tapi salah satu pembicaranya adalah mas Sam... a.k.a my Mentor of Training and Motivasi. Awalnya heboh sendiri bisa lihat mas Sam plus lihat performernya sekalian. Ada Glenn Fredly, EndahnRhesa dan Barry Likumahua. 
Mas Sam juga ngasih lampu ijo aja gitu buat dateng, tapi sempet ragu. Karena itu kayaknya acara intern khusus Fiskom. Belum lagi pas hari H saya belum daftar dan beli tiket (di poster tidak tertera, bahkan Gratis) ternyata kita hanya berdonasi saja untuk bisa masuk. 
Kapan lagi coba ada acara talkshow + performer artis ibukota hanya dengan berdonasi bagi korban bencana di Sentani coba...waahh keren deh konsepnya. 



w/ my mentor mas Sampoerna

Dalam diskusi ini dibahas mengenai bagaimana kita sebagai generasi millenial menjaga keutuhan negara. Di tengah situasi negara yang begitu memanas ini, tema #jagaindonesialewatsenidanbudaya menjadi sarana menyejukkan bagi para pemuda pemudi, akademisi maupun para musisi untuk menggalang persatuan demi keutuhan negara tercinta ini. 

Kata kata dari Barry yang juga membuat saya berpikir kembali "Kita lahir di Indonesia, tapi sudahkkah Indonesia lahir di hati kita?" Benar sekali. Sudahkah saya melakukan sesuatu untuk Indonesia?? Sepertinya belum. 
Pengalaman Endah n Rhesa yang berkeinginan go international, namun mendapati kenyataan tentang pendapat dari musisi dunia saat bertandang ke luar negri, kurang lebih maknanya " Jika ingin mendunia, maka mulailah dari yang lokal (lingkungan terdekat)" Tak heran jika kemudian Endah n Rhesa menggagas untuk membuat Song Writting club di daerah tempat tinggalnya sendiri yaitu Pamulang.
Glenn Fredly memaknai #jagaindonesialewatsenidanbudaya dengan mindset yang lebih mendalam. Kita diajak untuk tidak hanya menghargai karya musisi lokal, tapi juga berkaryalah dari daerah asalmu sendiri. "Sukses bukan berarti harus pergi ke Jakarta, karena sukses bisa dimulai dari diri kita sendiri terlebih dahulu" 

Ya, diskusi yang cukup bermakna di tengah gempuran hujatan dan hasutan memecah belah kesatuan negara ini sangat layak untuk digaungkan. Melalui musik semua lintas profesi, agama, suku, ras membaur tanpa sekat. Di sinilah kekuatan mempersatukan perbedaan yang ada menjadi sebuat persatuan yang mengokohkan kebhinekaan tunggal ika di Indonesia.

So, saya sangat sangat sangat bersyukur bisa menyaksikan acara #jagaindonesialewatsenidanudaya ini meskipun sebenarnya ada perjuangan saat menuju ke tempat acara, tapi ternyata terbayar lunas dengan "wacana dan performa" yang begitu MAHAL.

Terimakasih semua pihak yang terlibat, lanjutkan semangat ini hingga ke ujung Sabang Merauke harus mendengar pesan terdalam ini. SEMANGAT!!




dok pribadi 

Selasa, 01 Januari 2019

2018 - Menemukan, melepaskan dan kehilangan

Di postingan sebelumnya banyak kenangan manis tertoreh di 2018. 
Namun, di akhir 2018 justru kabar duka datang beruntun tak terduga.

Ya, di sini bukan maksud hati membuka kesedihan kembali, bukan pula ingin berlarut dalam duka. Hanya saja, sepenggal kisah yang pernah terukir manis bersama mereka, layak untuk tidak di lupakan. 

Eunike Celia Hapsari
Pertengahan bulan November 2018, mendengar kabar Ike opname di Rumah Sakit. Memang bukan yang pertama kudengar, namun sepertinya cukup mengkhawatirkan. Sakit kanker yang di deritanya sejak 3 atau 4 tahun yang lalu (maaf kalau salah..silahkan koreksi.) kambuh kembali. Sangat mengejutkan memang, karena selama menjalani kemoterapi tampak baik baik saja. Dan kabarnya sudah dinyatakan sembuh. 

Sebenarnya aku sudah lama mengenal Ike. Kakaknya adalah sahabatku sejak SD hingga sekarang. Banyak moment yang membuat kami sering bertemu. Kita satu sekolah saat SMA. Dulu, aku juga sering diminta menyanyi di Gerejanya. 
Dimana ada kegiatan musik Ike juga selalu diikutsertakan. Iya, suara Ike memang bagus, begitu halus dan penuh penghayatan setiap kali dia bernyanyi. Yang aku tahu, Ike adalah pribadi yang ramah pada semua orang. 

4 tahun yang lalu, Ike sempat membantu menjadi tutor di Rumah Belajar Gobooks. Dengan anak-anak pun dia gemati, sabar dan telaten. Sayang, Ike hanya sebentar di Gobooks, karna dia mendapat pekerjaan di Semarang. 
Waktu hari pernikahan Ike, aku ada di sana. Masih ingat samar samar, dia begitu manis dengan gaun putihnya. Dan sekarang putranya sudah berumur 5 thn (koreksi jika keliru.). 

Jujur, bagiku Ike itu bukan orang lain. Meskipun benar, kami bertetangga. Tidak ada hubungan darah sama sekali. Tetapi ketika hari Sabtu sore waktu itu, salah satu Tutor Gobooks Lea menelepon memberitahukan bahwa Ike sudah berpulang, entah kenapa rasanya seperti kehilangan sesuatu yang begitu dekat. Aku dan Lea tak kuasa menahan tangis. Sore itu juga aku menunggu kedatangan jenazah di gereja. Di satu sisi aku ikut merasakan sedihnya, di satu sisi aku bingung harus berbuat apa. Hanya bisa duduk mengamati sekitar. 

Bahkan hingga malam sampai keesokan harinya aku tidak berani menatap keluarga yang lain. Aku takut, aku tak kuasa menahan sedih di hadapan mereka. Ketika ku beranikan diri bertemu dengan tante, dan om lalu melihat Ike di dalam peti, aku tidak berani berlama - lama. 
Aku takut menghampiri kamu, Nyeee. Tidak berani, walau sebenarnya sangat ingin mengucapkan turut bersedih dan berada di dekatmu. Tapi urung, aku takut menambah kesedihan. 

Saat berada di rumah, aku berpikir, iya..aku juga anak bungsu, aku juga satu satunya anak perempuan yang di miliki Bapak Ibu. Jika itu terjadi padaku, apakah mereka akan sesedih itu? Seperti yangaku tulis di atas, aku dan Ike tidak memiliki hubungan darah. Tapi dibilang jauh, tidak juga. Dibilang dekat, tidak juga. Lalu kenapa sedihku ini berat. Apakah mungkin aku tidak tega melihat tante? Usia ibu dan tante sama, jika saja ibu masih sehat dan mengalami hal yang sama, apakah akan seperti itu jika aku pergi duluan ya? 

Aku berharap tante tidak berlarut dalam kesedihan. Aku harap 2 putranya selalu menemani secara lahir batin. Semoga hal yang terjadi pada ibuku dulu tidak terulang. Karna kesepian ditinggal cucu cucunya,dan  anak-anaknya tidak pernah di rumah. Ketahuilah seorang ibu itu pandai menyembunyikan sedih dan sepinya. Kita yang ada di dekatnya sudah berkewajiban mendampingi menemaninya. Ya kan??

Belum reda kesedihan kehilangan seorang adik. 2 minggu kemudian mendapat kabar bahwa suami dari sepupuku Sulih, juga berpulang. Padahal kami sedang berencana untuk kembali menengok.untuk yang kesekian kalinya. Ternyata Tuhan berkendak lain. Sakit kanker darah selama 3 bulan telah di diagnosa dokter. Begitu cepat sehingga banyak yang tidak menyangka. 

Masih jelas teringat ketika mereka pertama kali bertemu 6 tahun yang lalu. Di tempat biasa dimana aku sering datangi kala itu, TDB. Mereka menikah dan dikaruniai kembar Banyu dan Bening. Tak kuasa aku melihat kembar yang masih 5 tahun menanyakan papanya. Namun, kenyataan sekali lagi memiliki kuasaNya. 

Yan Pambudi Ilmi 
Yang lebih membuatku kaget adalah tentang nama. Sepupuku mengatakan bahwa nama yang tertera di akte kelahiran adalah Yan. Padahal selama ini ku mengenal dengan nama Ryan. Entahlah.. apa yang ada dipikiranku. Spechless, tidak bisa berkata apa apa. 

Ke depan aku berharap Sulih dan kembar mampu menjalani kehidupannya dengan baik. Ikhlas kepada yang di atas. Berserah tanpa menyerah. Berjuang dengan semangat. Karna Tuhan selalu ada.

Belum sampai di situ. Seminggu kemudian kabar duka kembali datang. Mbahmbok aku memanggilnya, berpulang. Sesalku satu, hari itu aku lewat depan warungnya, dan bertanya tanya kenapa sepi, tutup? Dan lewat begitu saja tanpa melihat masuk ke dalam. Ternyata sore harinya mbahmbok sedo. 

Mbahmbok Srimah 
Mbahmbok adalah kakak dari mbah Uti, Ibunya Ibu. Sangat dekat dengan semua anak, cucu, cicitnya. Sangat sayang pada semuanya. Mbahmbok meninggal karna usianya sudah 90an. Hanya bisa tiduran beberapa bulan belakangan ini. 

Ketika aku melihat wajah mbahmbok, tampak mirip sekali dengan mbah Uti, lalu mirip Ibu. Deg! Hatiku tergetar. Aku hanya terdiam. Tidak berani mengatakan apa apa. 

Semua saudara berduka. Semua kehilangan. 

Tulisan ini bukan untuk mencari empati, simpati, malinkan ingin berbagi nilai dari sebuah kehilangan. 
Setiap orang kelak akan kehilangan. Baik itu orang terkasih, benda kesayangan, hewan peliharaan dll.
 
Namun tidak semua orang akan merasakan kehilangan. Mengapa?
Sebab mereka tidak pernah menemukan. 
Mereka tidak menemukan nilai yang berharga dari orang orang yang meninggalkan mereka.
Mereka tidak menemukan arti tiap kehadiran dari orang terdekatnya.
Mereka tidak menemukan rasa nyaman dalam pelukan seseorang di hadapannya.
Mereka tidak menemukan waktu yang berharga yang dihabiskan untuk sekedar menemani. 
Mereka tidak menemukan cinta dan kasih sayang dari kehadirannya.

Maka tak perlu hubungan darah untuk menemukan itu semua. 
Sebab arti dari kehadiran sesorang adalah penopang segala resah, gundah dan kesepian.  

Pertanyaannya?
Sudahkah kita hadir untuk mereka yang terkasih?
Yang mungkin merindukan tanpa berani mengatakan

Tahun 2018, menjadi tahun yang membuatku tersadar,
Ketika ku menemukanmu saat itu, ternyata hatiku sedang menemukan arti melepaskan. 
Cepat atau lambat, kita yang akan meninggalkan lebih dulu atau justru ditinggalkan lebih dulu. 
Mengingat peristiwa duka yang beruntun ini tak bisa di pungkiri, kelak kita harus bisa melepaskan. 
Entah untuk melepaskan kepergian selamanya atau 
Melepaskan apa yang tidak bisa dipaksakan. 

Saat ini siapku untuk melepas apa yang tak bisa dipaksakan.
Jadi jangan memaksaku melepasmu dalam hal lain. Ku tak sanggup. 

Jika kamu membaca tulisan ini.
Mengertilah, aku hanya menemukan arti hadirmu. 
Mengertilah, diri merindu waktu untuk bersama.
Hanya itu...

Jika kamu membaca tulisan ini
Bolehkah ku bertanya apa artiku bagimu?
Bolehkan bagi waktumu sedetik saja, nanti saat terpurukku?
Agar ku bangkit melalui pelukanmu. 

Jika kamu membaca tulisan ini
Nyanyikan senandung hatimu untukku
Hampiriku melantunkan kerinduan tersembunyiku
Itu saja...

010119